Kondisi Koperasi
Keberadaan beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat,
koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Koperasi juga telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik.
Dan koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utama kebutuhkan tersebut adalah dasar pemikiran ekonomi dalam konsep pendirian koperasi, seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran (bargaining positition), peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan (pengolahan, pemasaran, dan sebagainya) dari kegiatan anggota. Alasan lain adalah karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu (yang tidak berkaitan dengan usaha anggota) atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain (pemerintah) yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi yang telah dilakukan selama ini. Namun alasan lain yang sebenarnya juga sangat potensial sebagai sumber perkembangan koperasi, seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi, atau alasan sosial politik lain, tampaknya belum menjadi faktor yang dominan.
Pembahasan tentang strategi pengembangan perekonomian rakyat pada umumnya meliputi beberapa bidang yang meliputi : Pengembangan ekonomi sektor informal, home industri, industri kecil, Industri menengah dan Koperasi. Secara konseptual pembahasan perekonomian rakyat tersebut merupakan bahasan bidang ekonomi makro yang banyak dipengaruhi oleh keberlakukan sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara. Itulah sebabnya maka pemahaman tentang sistem ekonomi negara menjadi prasyarat mutlak bagi kita sebelum melakukan pembahasan mendalam tentang strategi pengembangan sektor informal, home industri, industri kecil, menengah dan Koperasi.
Kegiatan Usaha Perekonomian Rakyat Dalam Sektor Industri
Pada dasarnya usaha perekonomian rakyat dalam sektor industri lebih ditekankan pada kegiatan usaha yang dilakukan oleh masyarakat Golongan Ekonomi Lemah (GEL) yang tersebar diberbagai pelosok Indonesia. Hingga saat ini keberadaan sektor informal masih relatif belum tersentuh oleh kebijakan negara sedangkan keberadaan home industri, industri kecil dan industri sedang pengklasifikasiannya masih belum seragam, dan belum teridentifikasi secara jelas, sehingga menyulitkan pihak pemerintah dalam melakukan pembinaan secara
efektif dan terarah.
Menurut Biro Pusat Statistik dalam mengklasifikasi besar kecilnya kegiatan industri didasarkan pada jumlah tenaga kerjanya dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Industri rumah tangga (Home Industri) adalah kegiatan usaha yang mempekerjakan tenaga kerja kurang dari lima orang.
2. Industri kecil mempekerjakan tenaga kerja antara 5 sampai 19 orang.
3. Industri sedang mempekerjakan tenaga kerja antara 20 hingga 99 orang dan
4. Industri besar mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 100 orang.
Namun apabila dilihat dilapangan ketentuan tersebut banyak yang tidak sesuai, bahkan banyak ditemui sektor home industri yang mempekerjaan tenaga kerja lebih dari 20 orang, yang menurut ketentuan pihak BPS Industri ini telah memasuki wilayah industri kecil, dan banyak pula industri kecil yang mempekerjakan tenaga kerja lebih dari 20 orang, yang berarti telah memasuki wilayah industri.
Strategi dan Perencanaan Pengembangan Perekonomian Rakyat
Berbicara tentang strategi perekonomian rakyat yang meliputi; sektor informal, home industri, industri kecil dan koperasi bukanlah merupakan pekerjaan yang mudah, oleh sebab itu harus dilakukan penuh kesungguhan, sistematis, terarah dan benar-benar tepat sasaran sesuai dengan permasalahan yang benar-benar dan dialami oleh masingmasing sektor. Pernyataan tersebut intinya adalah untuk mengingatkan kita, walaupun keberadaan perekonomian rakyat di berbagai sektor tersebut hingga saat ini sebagian besar kondisinya belum baik bukan berarti bahwa pemerintah Orde Baru lalu tidak tetapi pembinaan dan pengambangannya kurang didasarkan pada strategi yang tepat, kurang terarah, kurang sistematis sehingga tidak mengena pada sasaran yang sesungguhnya.
Dikatakan dimikian sebab, pada masa itu sedikitnya ada delapan Instansi Pemerintah yang telah berperan melakukan pengembangan perekonomian rakyat, namun hasilnya masih belum banyak bisa dirasakan oleh para pengusaha yang berkecimpung dalam sektor perekonomian rakyat tersebut. Kedelapan Instansi Pemerintah tersebut terdiri dari : Deperindag, Depdikbud, Depnaker, Depsos, Depkeu, Bappenas dan Depkop.
Kurang maksimalnya hasil kerja berbagai instansi tersebut dalam melakukan pembinaan dan pengembangan sektor perekonomian rakyat dikarenakan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah:
1. Ketidak tepatan pihak pemerintah pusat pada waktu itu dalam memilih paradigma pembangunan, yakni paradigama pembangunan yang berorientasi pertumbuhan semata.
2. Unsur “modal” dianggap sebagai faktor utama yang bisa menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh sektor perekonomian rakyat, sehingga pihak pemerintah cenderung menggelontor berbagai macam jenis pinjaman (kredit), tanpa perhitungan matang, yang mengakibatkan kucuran kredit tidak tepat sasaran dan banyak kredit yang tidak dapat dikembalikan. Berbagai macam kredit itu diantaranya; BIMAS INMAS, KUPEDES, KUK, KIK, KMKP KCK, DT dan KUT serta berbagai paket kredit yang lain.
3. Unsur SDM dalam melakukan pembinaan relatif terabaikan, sehingga kemampuan mereka dalam menjalankan proses produksi relatif lemah dan tidak berkembang yang berakibat pada lemahnya daya saing mereka dengan pihak-pihak lain terutama para industri besar.
4. Kurangnya perhatian terhadap pembinaan manajemen usaha, sehingga keberadaan sektor perekonomian rakyat kurang bisa dikelola dan dimanag secara efisien, boros dan tipisnya keuntungan atau laba usaha yang diperoleh.
5. Penyusunan kreteria yang dibuat oleh masing-masing instansi dalam menentukan besar kecilnya lembaga industri perekonomian rakyat masih bersifat double standard, sehingga tidak ada kesatuan gerak dan langkah dalam melakukan pembinaan.
6. Dalam melakukan pembinaan, pada umumnya tidak didasarkan pada tindakan analisis situasi sebagai langkah pendahuluan untuk menentukan masalah yang benar-benar dihadapi oleh masingmasing sektor perekonomian rakyat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa pada sistem pemerintahan yang sentralistik itu bahwa hampir semua perencanaan dan kebijakan pembangunan ekonomi telah ditentukan oleh pihak pusat. Sementara itu pihak pusat pada umumnya kurang menguasai kondisi dari masing-masing daerah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar